Translate

Senin, 23 Mei 2011

AYAT-AYAT yang NYATA

Alam terkembang menjadi Guru ... Setiap kejadian sesungguhnya adalah ayat “yang bertutur” kepada manusia tentang ketundukan alam pada hukum yang dicipta oleh Sang Pencipta semesta. Apapun makhluk itu ia harus tunduk pada ketetapannya.

Melalui hukum itulah Allah menjelaskan tentang rahasia kebenaran yang dicari oleh setiap manusia dalam perjalanan hidupnya. Dari alamlah manusia yang berakal dapat mengambil pelajaran untuk tunduk pada hukum dan ketentuan-ketentuan Allah. Inilah kitab alam yang juga berbicara tentang kebenaran yang sama dengan kitab yang diwahyukanNya (Al-Quran). Ia bukanlah peninggalan sejarah, tapi petunjuk sepanjang masa juga bukti kebenaran atas ketentuan-ketentuan yang dapat dipilih oleh manusia. Bagi yang memilih untuk tunduk maka ia akan disebut beriman, sedangkan yang memilih untuk ingkar berarti ia kafir. Inilah benar-benar petunjuk bagi orang-orang yang berakal dan yakin ....

Haa Miim (1) Diturunkannya al-kitab ini dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (2) Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi benar-benar merupakan ayat (bukti) bagi orang-orang yang beriman (3,4,5) Dan dalam penciptaan dirimu sendiri dan makhluk melata yang bertebaran merupakan ayat (bukti) bagi kaum yang yakin. Dan pergantian malam dan siang dan apapun yang Allah turunkan dari langit berupa rezki, maka hiduplah dengannya bumi setelah matinya dan perkisaran angin merupakan ayat (bukti) bagi kaum yang berakal. Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan haq, maka dengan perkataaan mana lagi setelah Allah dan ayat-ayatNya mereka akan beriman (6).
(Q.S al Jatsiyah 1-6)

1. Haa Miim demikianlah Allah bersumpah.
Dengan susunan dua huruf HA MIM yang merupakan simbol daripada wahyu. Tidaklah Allah bersumpah melainkan mempunyai arti apa yang akan dibicarakanNya merupakan sesuatu yang penting sehingga seluruh perhatian kita menjadi tertuju pada apa yang akan dibicarakan didalam surat ini.
2. Diturunkannya al-kitab ini dari Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Al-Kitab merupakan kumpulan ketetapan-ketetapan yang diwahyu-kan. Yang menurunkannya adalah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana. Allah mengingatkan kita terlebih dahulu tentang siapa diriNya. Allah menjelaskan bahwa Dia adalah Yang Maha Perkasa, yang berarti yang sangat kuat. Dalam bentuk yang lain Allah menyebut diriNya sebagai al Qohhar (Yang Maha Mengalahkan). Agar setiap diri yang merasa dirinya kuat atau meyakini adanya kekuatan-kekuatan lain yang dijadikan tempat bergantung dan berlindung selama ini, menjadi takut dan hilang kesombongannya, sehingga tidak berani bermain-main denganNya. Dikarena yang sedang kita baca sekarang ini berasal dari Yang Maha Kuat, yang akan mampu berbuat apa saja terhadap diri kita. Inilah yang perlu kita ingat dan kita sadari ke dalam diri.
Kemudian Allah menyebut diriNya Maha Bijaksana, yang berarti Dia lebih tahu, lebih mengenal hakekat yang sebenarnya, lebih bijaksana dari semua bentuk kebijaksanaan yang dibuat/diciptakan oleh manusia. Apa-apa yang ditetapkanNya itu merupakan sesuatu yang mendasar, sehingga segala konsepsi manusia dibalik akalnya tidak akan mampu menandinginya. Jadi untuk apa manusia berlaku sombong? Maka bisa dipastikan dengan wahyu ini manusia tidak bisa bermain-main dan jangan mencoba beradu akal, mendebat, mengkoreksi, apalagi memiliki alternatif yang lain. Inilah Allah Yang Maha Bijaksana yang sangat detail dan tidak sembarangan dalam merancang kitabNya. Artinya semua pasti terukur dan terencana. Maka dengan kesadaran diri seperti inilah kita mulai membaca kitabNya.
Inilah metoda Allah sebelum menjelaskan tentang kitabNya. Pikiran kita diarahkan untuk merenungi kenyataan-kenyataan yang terjadi di alam, yang juga merupakan kitab Allah yang lainnya, Bahwa hukum-hukum Allah yang mengaturnya telah menjadikan alam ini menjadi teratur dan serasi. Sebagai bentuk Kitab alam yang juga berbicara tentang kebenaran, yang sama dengan kitab yang diwahyukanNya.
3, 4, 5. Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi benar-benar merupakan ayat (bukti) bagi orang-orang yang beriman. Dan dalam penciptaan dirimu sendiri dan makhluk melata yang bertebaran merupakan ayat (bukti) bagi kaum yang yakin. Dan pergantian malam dan siang dan apapun yang Allah turunkan dari langit berupa rezki, maka hiduplah dengannya bumi setelah matinya dan perkisaran angin merupakan ayat (bukti) bagi kaum yang berakal.
Ketetapan yang berlaku di alam, begitulah cara Allah untuk menunjukkan keMaha Perkasaannya. Tergambar nyata dalam penciptaan langit dan bumi yang kita pijak saat ini. Pandanglah ke langit luas yang tak berujung. Sekiranya kita mampu berpikir dengan logika bisakah sesuatu itu berdiri tanpa tiang, jika bukan karena ke Maha PerkasaanNya. Kalau kita mau berpikir secara lebih terperinci tentang penciptaan manusia dengan segala keunikannya ... tentang saling ketertarikan terhadap lawan jenis, tentang air mani yang terpancar, tentang begitu kompleks dan rumitnya proses-proses yang terjadi dalam rahim, tentang ketepatan dalam rancangan penempatan posisi dan bentuknya... tentang serasinya susunan organ-organ tubuh dengan segala fungsinya, maka kita akan sampai pada apa ide dibalik penciptaannya, sehingga jiwa akan tersambung pada siapa yang telah menciptakan semua ini.
Begitu pula dengan makhluk yang melata dan bertebaran di muka bumi lainnya yang diciptakan oleh Allah dengan bentuk yang sempurna dengan segala fungsinya di muka bumi ini. Semua yang diciptakan Allah mempunyai peran dan fungsi masing-masing guna menciptakan kehidupan yang seimbang dan harmonis, saling bekerja sama dan saling membutuhkan. Adanya malam untuk menjadikan suasana tenang, damai dan waktu beristirahat bagi manusia dan makhluk yang bernyawa lainnya. Terjadinya siang membuat kehidupan bergairah dengan segala aktifitas guna mencari karunia Allah. Juga tentang perkisaran angin dan terjadinya hujan. Bagaimana air yang mengalir ke laut dikembalikan lagi ke daratan dalam bentuk hujan.
Sementara pergerakan arah angin dapat menjadikan suasana iklim di bumi selalu berubah-ubah sehingga terjadi musim-musim tertentu bagi tumbuhan untuk berkembang, berbunga dan berbuah. Begitulah Allah menciptakan segala sesuatu bagi kehidupan manusia, tidak pernah berhenti, selalu teliti, terukur, terpelihara dan terjaga.
Hal ini juga merupakan kitab yang berbicara tentang kebenaran dari hukum-hukum yang bekerja di alam, sebagai wujud dari ketetapan yang tak terbantahkan, sehebat apapun pikiran manusia. Allah bermaksud menerangkan bahwa apa yang ada di langit dan di bumi adalah ayat yang dengan jelas mampu dirasakan oleh perasaan dan daya tangkap bahwasanya ini adalah tanda atau bukti keberadaan Allah. Sehingga apabila manusia bertanya tentang ke-Maha BijaksanaanNya dan ke-Maha PerkasaanNya, maka cukup dengan melihat kenyataan yang ada di alam semesta ini dan menjadikan keberadaan Allah sebagai Sang Pencipta. Semua ini hanya dapat dirasakan dan dipahami oleh orang-orang yang memiliki akal untuk meyakini bahwa semua itu tidaklah terjadi dengan sendirinya, kemudian beriman denganNya.
Allah menjelaskan, bagi orang-orang yang beriman, di dalam melihat dan mempelajari ide dibalik hukum-hukum yang mengatur fenomena alam ini akan membawa mereka kepada perenungan dan penghayatan tentang hakekat yang ada di balik semua perencanaan yang begitu sempurna dan jiwa mereka akan tersambung kepada Dzat Yang Maha Perkasa yang telah membuat dan merancang semua itu, bahwa segala fenomena alam tersebut bukanlah sesuatu yang terjadi dengan kebetulan, dengan melihat segala keteraturan hukum-hukum yang bekerja di alam bukan sebagai sesuatu yang acak, telah cukup memberi alasan bagi mereka untuk beriman.

6. Itulah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu dengan haq, maka dengan perkataaan mana lagi setelah Allah dan ayat-ayatNya mereka akan beriman.
Begitulah cara Allah dalam memahamankan makna dan hakekat tentang hukum-hukumNya. Setelah menjelaskan tentang ayat-ayatNya yang ada di alam semesta barulah Allah mengarahkan kita kembali kepada ayat-ayat yang diwahyukanNya dan tertulis sebagai suatu kitab yaitu AlQuran. Wahyu yang diturunkan dengan kebenaran sebagaimana diciptakannya alam semesta dan segala isinya dengan kebenaran pula.
Hanya dengan ayat saja Allah mengukur dan memisah-misahkan manusia, antara yang beriman dan yang ingkar. Karena yang membedakan manusia satu dengan manusia yang lain adalah sikap, penerimaan, ketundukan, dan penyerahan dirinya pada ayat. Inilah makna iman yang sesungguhnya. Maka, bila perkataan yang berasal dari Yang Maha Perkasa dan memiliki kebijaksanaan yang haq tidak menjadikannya takut dan percaya, lalu perkataan siapa lagi yang akan mereka percayai..? Perlu bukti apalagi ... Kalau Perkataan Allah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, Penguasa langit dan bumi saja tidak didengar, maka alangkah sombongnya, alangkah dangkal wawasan dan picik pikirannya. Allahlah yang berhak menetapkan hukum, karena memang Dialah yang telah merencanakan dan menciptakan langit dan bumi serta kehidupan itu sendiri. Sekiranya kita akan menyerahkan diri untuk mau diatur oleh hukum dan ketetapan yang telah dibuat manusia, maka patutlah kita bertanya ‘apa yang telah mereka buat dan mereka ciptakan sehingga merasa memiliki hak yang sama dengan Allah!’
Hanya orang-orang yang berakal dan berimanlah yang dapat mengambil pelajaran.

Sabtu, 14 Mei 2011

Tentang WUDHU’

Sebelum melakukan shalat, Allah mensyariatkan beberapa ketentuan yang harus dikerjakan seperti wudhu', bersih pakaian dan tempat shalat serta menghadap kiblat. Sebagaimana kita ketahui bahwa perbuatan kita sehari-hari yang dinamakann wudhu' dasar perintahnya adalah al-Quran. Oleh karena ayat al-Quran masih bersifat umum (garis besarnya) maka dibutuhkan uraian-urian terperinci yang dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw karena memang itulah tugas beliau, yakni menjelaskan perintah Allah yang masih umum untuk dikhususkan. Selanjutnya dasar perintah khusus inilah yang akan kita amalkan.

Dapat kita bayangkan, bahwa tanpa penjelasan Rasulullah saw mustahil bagi kita mengamalkan ketentuan-ketentuan Allah sebab jika kita paksakan pengamalannya menurut analisa kita, tentulah tidak sesuai dengan apa yang dimaui Allah. Sebab yang mengetahui kehendak Allah adalah Rasul-Nya melalui wahyu. Dengan demikian jelaslah bahwa antara Allah dan Rasul-Nya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya mesti sejalan, taat kepada Allah mesti diiringi pula dengan taat kepada Rasul-Nya, meninggalkan salah satunya adalah keingkaran. Sebaliknya, bukan pula berarti mencampur-adukkan antara Allah dan Rasul-Nya, keduanya tidak dapat disamakan. Allah adalah Kholiq, sedangkan Rasul adalah salah seorang makhluk yang diberikan tugas untuk menyampaikan risalah-Nya. Begitulah dengan perintah wudhu yang ketentuannya telah ditetapkan dalam surat Al-Maidah ayat 6 berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu dalam keadan junub, maka bersucilah (mandilah). Jika kamu sakit atau atas perjalanan, atau salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air, atau kamu menyentuh wanita. Lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik, maka sapulah wajah dan tanganmu dengan tanah itu. Tidaklah Allah menginginkan untuk menjadikan atas kamu kesulitan, akan tetapi Allah menginginkan untuk mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu bersyukur.”

Marilah kita perhatikan hubungan shalat dengan wudhu'; Kalau kita bandingkan antara shalat dengan wudhu', maka akan kita dapatkan persamaan keduanya dalam dua hal, yaitu: Pertama, antara shalat dan wudhu' dasar perintahnya sama yakni sama-sama Al-Quran. Allah menjelaskan motivasi shalat dalam Al-Quran dalam garis besarnya, tidak dijelaskan secara terperinci, begitu juga wudhu. Kedua, antara shalat dan wudhu sama-sama dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah secara terperinci.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...”
Dari awal sudah ditentukan bahwa ciri iman nampak dalam wudhu' ini: Hai orang-orang yang beriman, ditujukan untuk orang beriman. Hanya orang yang ada iman dalam hati yang dapat memahaminya dan dituju dengan ayat ini. Melalui ayat ini, kita diperintahkan untuk mengerjakan wudhu'. Perintah wudhu' yang utama itu disebutkan dalam Al-Qur'an adalah; cuci muka, kaki, tangan yang ditentukan batasnya. Dan kita telah tahu bahwa: mencuci, membasahi, membasuh adalah dengan air.
Pengertian air dalam hadits Rasulullah saw tidaklah sama dengan pengertian air menurut ilmu kesehatan. Air itu untuk membersihkan, bukan saja bersih secara fisik, tapi juga bersih sampai ke jiwa. Melalui perintah berwudhu (dengan cara mengusap anggota wudhu dengan air), Allah seolah mulai mengarahkan langkah kita. Kemanakah langkah kita selanjutnya setelah mendengarkan dan menjawab adzan, yaitu ke suatu tempat yang terdapat air yang dapat mensucikan. Disitulah anggota-anggota wudhu mulai dikendalikan, diarahkan, dan disucikan. Tangan yang sebelumnya berbuat sesuatu mulai disucikan, kepala yang tadinya berpikir, mata yang tadinya digunakan untuk melihat, kaki yang tadinya dipakai untuk berjalan, mulai disucikan. Artinya ; mulai saat itu semua dirubah fungsinya, maka makin terarahlah kita menuju shalat. Begitulah cara Allah dalam mengarahkan tiap langkah kita menuju kekhusyukan.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa umumnya kita kurang serius dan kurang hati-hati dalam melakukan wudhu', bahkan kadang-kadang kita tidak dapat membedakan antara berwudhu' dan mencuci muka biasa. Nampak kita telah menempatkan perintah Allah dan Rasul-Nya dibawah hawa nafsu kita.
Maka tidaklah heran jika berkali-kali kita melakukan wudhu, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap shalat. Bahkan kelalaian kita dalam wudhu' justru dapat menyebabkan shalat kita tidak sah. Sungguh, Allah tidak menjadikan memerintahkan wudhu' untuk mempersulit kita. Namun justru Allah sedang menunjukkan ke Maha Kasih Sayang-Nya.
”Dan tetapi agar dengan berwudhu', tayammum, atau mandi junub itu Allah mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atasmu, agar kamu bersyukur.”
Begitu tingginya nilai wudhu', tayammum dan mandi junub. Apabila kita melaksanakan dengan baik sesuai ketentuanNya, Allah memberikan jalan kepada kita untuk menjadi suci. Dengan cara itulah Allah menyempurnakan nikmat-Nya sekaligus menjadikan kita menjadi orang-orang yang mau bersyukur. Karena dengan wudhu' hilanglah kesalahan-kesalahan yang berasal dari anggota wudhu. Artinya seseorang yang membasuh mukanya di waktu wudhu' apabila dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka hilanglah segala dosa yang berasal dari mukanya. Begitu juga dosa yang ada pada tangan, kaki, kepala dan semua anggota wudhu' lainnya. Semua berguguran seperti menetesnya air wudhu dari anggota tubuh kita. Dengan kata lain bahwa dengan wudhu' saja sudah ada jaminan untuk dapat menghapus dosa, maka sudah seharusnya kita melaksanakan wudhu' dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan kelengkapan dan keteraturannya seperti ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya Al-Qur'an mengatakan “cuci tanganmu sampai siku!” betul-betul kita cuci sampai siku, bukan sekedar dibasuh saja. Hal ini sangat diperingatkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadits Rasulullah menyatakan: “celakalah tumit-tumit (yang tertinggal sewaktu berwudhu)'”. Dengan begitu jelaslah bagi kita bahwa wudhu' harus dilaksanakan dengan penghayatan penuh, agar jangan sampai tertinggal bagian-bagian yang semestinya terbasuh oleh air.
Itulah sebabnya kita dituntut untuk tanggap dengan ketentun Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat penting mengingat kunci shalat adalah thaharah. Dapat kita bayangkan bahwa tidak mungkin kita memasuki suatu rumah tanpa membuka pintunya dengan kunci. Begitupun shalat, apabila tidak didahului dengan thaharah, berarti pintu shalat itu tetap tertutup sehingga kita tidak dapat memasuki shalat itu.
Disinilah perlunya kehati-hatian dalam masalah wudhu'. Setiap pelaksanaannya perlu dihayati dengan seksama, setiap proses mesti dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan sekedar kebiasaan. Sedikit saja anggota wudhu' yang seharusnya terkena air tetapi karena kelalaian kita ternyata tertinggal, maka akan berakibat fatal. Wudhu' merupakan komponen yang menentukan untuk diterima atau tidaknya shalat seseorang. Jika sempurna wudhu'nya, maka dapat sempurna shalatnya. Sebaliknya, apabila wudhu' dilalaikan, maka shalat juga menjadi hampa, tidak bernilai. Sungguh, tidak selayaknya kita menyia-nyiakan wudhu' karena ia adalah anak tangga menuju pertaubatan bagi kaum yang beriman, seperti sabda Rasulullah saw : ”Shalat yang difardhukan Allah ada lima, barang siapa yang berwudhu' dengan baik, menegakkan shalat tepat pada waktunya, dan menyempurnakan ruku', sujud, dan kekhusyukannya, maka Allah memberikn jaminan untuk mengampuni dosa orang itu. Barang siapa yang tidak melakukannya, maka Allah tidak menjaminnya. Jika menghendaki maka Dia mengampuninya, dan jika menghendaki maka Dia menyiksanya” (HR. Abu Daud).
Maka tidakkah kita ingin menjadi orang yang dijamin mendapat ampunan dari Allah? atau menjadi ”seseorang yang tak berdaki” seperti yang diumpamakan Rasulullah sebagaimana dalam hadistnya :
“Apa pendapatmu bila seseorang tinggal ditepi sungai yang jernih airnya, lalu dia mandi 5 kali sehari semalam. Apa kamu masih mengira mereka akan berdaki juga?, Dijawab sahabat : tidak ya Rasulullah.. Nah itulah orang mukmin.”
Itulah orang-orang yang mau diarahkan oleh Allah menuju kekhusyukan dalam shalat. Dimulai dari mendengarkan adzan dan menjawabnya. Pikiran kita mulai diarahkan untuk ingat pada shalat dan jiwa kita pun mulai terikat padanya. Selanjutnya diarahkan pada wudhu, dimana kita akan menyucikan pikiran dari dosa dan raga dari najis. Kemudian melangkah menuju tempat shalat dengan tetap menjaga kekhusyukan fikiran usai dari tempat wudhu. Ketika telah memulai takbir untuk shalat, maka telah haram semua perbuatan selain apa yang disyariatkan dalam shalat. Sehingga tidak ada lagi fikiran lain kecuali kepatuhan dalam shalat hingga salam, barulah yang lainnya halal dan boleh dikerjakan. Oleh karena itu, jika kita melalaikan dan meremehkan wudhu', maka tidak bisa disalahkan jika wudhu kita tidak berpengaruh pada dirinya dan tidak berbekas pada kekhusyukan dalam shalat yang didirikannya.
Nah .. semua berpulang pada diri; sudahkah pelaksanaan wudhu' kita selama ini betul-betul sempurna sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya?, apakah kita sudah benar-benar menghayati bahwa proses wudhu' yang kita laksanakan benar-benar mencapai sasarannya ....