Translate

Sabtu, 14 Mei 2011

Tentang WUDHU’

Sebelum melakukan shalat, Allah mensyariatkan beberapa ketentuan yang harus dikerjakan seperti wudhu', bersih pakaian dan tempat shalat serta menghadap kiblat. Sebagaimana kita ketahui bahwa perbuatan kita sehari-hari yang dinamakann wudhu' dasar perintahnya adalah al-Quran. Oleh karena ayat al-Quran masih bersifat umum (garis besarnya) maka dibutuhkan uraian-urian terperinci yang dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw karena memang itulah tugas beliau, yakni menjelaskan perintah Allah yang masih umum untuk dikhususkan. Selanjutnya dasar perintah khusus inilah yang akan kita amalkan.

Dapat kita bayangkan, bahwa tanpa penjelasan Rasulullah saw mustahil bagi kita mengamalkan ketentuan-ketentuan Allah sebab jika kita paksakan pengamalannya menurut analisa kita, tentulah tidak sesuai dengan apa yang dimaui Allah. Sebab yang mengetahui kehendak Allah adalah Rasul-Nya melalui wahyu. Dengan demikian jelaslah bahwa antara Allah dan Rasul-Nya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Keduanya mesti sejalan, taat kepada Allah mesti diiringi pula dengan taat kepada Rasul-Nya, meninggalkan salah satunya adalah keingkaran. Sebaliknya, bukan pula berarti mencampur-adukkan antara Allah dan Rasul-Nya, keduanya tidak dapat disamakan. Allah adalah Kholiq, sedangkan Rasul adalah salah seorang makhluk yang diberikan tugas untuk menyampaikan risalah-Nya. Begitulah dengan perintah wudhu yang ketentuannya telah ditetapkan dalam surat Al-Maidah ayat 6 berikut :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika kamu dalam keadan junub, maka bersucilah (mandilah). Jika kamu sakit atau atas perjalanan, atau salah seorang dari kamu datang dari tempat buang air, atau kamu menyentuh wanita. Lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik, maka sapulah wajah dan tanganmu dengan tanah itu. Tidaklah Allah menginginkan untuk menjadikan atas kamu kesulitan, akan tetapi Allah menginginkan untuk mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atasmu agar kamu bersyukur.”

Marilah kita perhatikan hubungan shalat dengan wudhu'; Kalau kita bandingkan antara shalat dengan wudhu', maka akan kita dapatkan persamaan keduanya dalam dua hal, yaitu: Pertama, antara shalat dan wudhu' dasar perintahnya sama yakni sama-sama Al-Quran. Allah menjelaskan motivasi shalat dalam Al-Quran dalam garis besarnya, tidak dijelaskan secara terperinci, begitu juga wudhu. Kedua, antara shalat dan wudhu sama-sama dijelaskan dan dicontohkan oleh Rasulullah secara terperinci.
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki...”
Dari awal sudah ditentukan bahwa ciri iman nampak dalam wudhu' ini: Hai orang-orang yang beriman, ditujukan untuk orang beriman. Hanya orang yang ada iman dalam hati yang dapat memahaminya dan dituju dengan ayat ini. Melalui ayat ini, kita diperintahkan untuk mengerjakan wudhu'. Perintah wudhu' yang utama itu disebutkan dalam Al-Qur'an adalah; cuci muka, kaki, tangan yang ditentukan batasnya. Dan kita telah tahu bahwa: mencuci, membasahi, membasuh adalah dengan air.
Pengertian air dalam hadits Rasulullah saw tidaklah sama dengan pengertian air menurut ilmu kesehatan. Air itu untuk membersihkan, bukan saja bersih secara fisik, tapi juga bersih sampai ke jiwa. Melalui perintah berwudhu (dengan cara mengusap anggota wudhu dengan air), Allah seolah mulai mengarahkan langkah kita. Kemanakah langkah kita selanjutnya setelah mendengarkan dan menjawab adzan, yaitu ke suatu tempat yang terdapat air yang dapat mensucikan. Disitulah anggota-anggota wudhu mulai dikendalikan, diarahkan, dan disucikan. Tangan yang sebelumnya berbuat sesuatu mulai disucikan, kepala yang tadinya berpikir, mata yang tadinya digunakan untuk melihat, kaki yang tadinya dipakai untuk berjalan, mulai disucikan. Artinya ; mulai saat itu semua dirubah fungsinya, maka makin terarahlah kita menuju shalat. Begitulah cara Allah dalam mengarahkan tiap langkah kita menuju kekhusyukan.
Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa umumnya kita kurang serius dan kurang hati-hati dalam melakukan wudhu', bahkan kadang-kadang kita tidak dapat membedakan antara berwudhu' dan mencuci muka biasa. Nampak kita telah menempatkan perintah Allah dan Rasul-Nya dibawah hawa nafsu kita.
Maka tidaklah heran jika berkali-kali kita melakukan wudhu, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap shalat. Bahkan kelalaian kita dalam wudhu' justru dapat menyebabkan shalat kita tidak sah. Sungguh, Allah tidak menjadikan memerintahkan wudhu' untuk mempersulit kita. Namun justru Allah sedang menunjukkan ke Maha Kasih Sayang-Nya.
”Dan tetapi agar dengan berwudhu', tayammum, atau mandi junub itu Allah mensucikan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya atasmu, agar kamu bersyukur.”
Begitu tingginya nilai wudhu', tayammum dan mandi junub. Apabila kita melaksanakan dengan baik sesuai ketentuanNya, Allah memberikan jalan kepada kita untuk menjadi suci. Dengan cara itulah Allah menyempurnakan nikmat-Nya sekaligus menjadikan kita menjadi orang-orang yang mau bersyukur. Karena dengan wudhu' hilanglah kesalahan-kesalahan yang berasal dari anggota wudhu. Artinya seseorang yang membasuh mukanya di waktu wudhu' apabila dilakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya, maka hilanglah segala dosa yang berasal dari mukanya. Begitu juga dosa yang ada pada tangan, kaki, kepala dan semua anggota wudhu' lainnya. Semua berguguran seperti menetesnya air wudhu dari anggota tubuh kita. Dengan kata lain bahwa dengan wudhu' saja sudah ada jaminan untuk dapat menghapus dosa, maka sudah seharusnya kita melaksanakan wudhu' dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan kelengkapan dan keteraturannya seperti ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Sekiranya Al-Qur'an mengatakan “cuci tanganmu sampai siku!” betul-betul kita cuci sampai siku, bukan sekedar dibasuh saja. Hal ini sangat diperingatkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadits Rasulullah menyatakan: “celakalah tumit-tumit (yang tertinggal sewaktu berwudhu)'”. Dengan begitu jelaslah bagi kita bahwa wudhu' harus dilaksanakan dengan penghayatan penuh, agar jangan sampai tertinggal bagian-bagian yang semestinya terbasuh oleh air.
Itulah sebabnya kita dituntut untuk tanggap dengan ketentun Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sangat penting mengingat kunci shalat adalah thaharah. Dapat kita bayangkan bahwa tidak mungkin kita memasuki suatu rumah tanpa membuka pintunya dengan kunci. Begitupun shalat, apabila tidak didahului dengan thaharah, berarti pintu shalat itu tetap tertutup sehingga kita tidak dapat memasuki shalat itu.
Disinilah perlunya kehati-hatian dalam masalah wudhu'. Setiap pelaksanaannya perlu dihayati dengan seksama, setiap proses mesti dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan sekedar kebiasaan. Sedikit saja anggota wudhu' yang seharusnya terkena air tetapi karena kelalaian kita ternyata tertinggal, maka akan berakibat fatal. Wudhu' merupakan komponen yang menentukan untuk diterima atau tidaknya shalat seseorang. Jika sempurna wudhu'nya, maka dapat sempurna shalatnya. Sebaliknya, apabila wudhu' dilalaikan, maka shalat juga menjadi hampa, tidak bernilai. Sungguh, tidak selayaknya kita menyia-nyiakan wudhu' karena ia adalah anak tangga menuju pertaubatan bagi kaum yang beriman, seperti sabda Rasulullah saw : ”Shalat yang difardhukan Allah ada lima, barang siapa yang berwudhu' dengan baik, menegakkan shalat tepat pada waktunya, dan menyempurnakan ruku', sujud, dan kekhusyukannya, maka Allah memberikn jaminan untuk mengampuni dosa orang itu. Barang siapa yang tidak melakukannya, maka Allah tidak menjaminnya. Jika menghendaki maka Dia mengampuninya, dan jika menghendaki maka Dia menyiksanya” (HR. Abu Daud).
Maka tidakkah kita ingin menjadi orang yang dijamin mendapat ampunan dari Allah? atau menjadi ”seseorang yang tak berdaki” seperti yang diumpamakan Rasulullah sebagaimana dalam hadistnya :
“Apa pendapatmu bila seseorang tinggal ditepi sungai yang jernih airnya, lalu dia mandi 5 kali sehari semalam. Apa kamu masih mengira mereka akan berdaki juga?, Dijawab sahabat : tidak ya Rasulullah.. Nah itulah orang mukmin.”
Itulah orang-orang yang mau diarahkan oleh Allah menuju kekhusyukan dalam shalat. Dimulai dari mendengarkan adzan dan menjawabnya. Pikiran kita mulai diarahkan untuk ingat pada shalat dan jiwa kita pun mulai terikat padanya. Selanjutnya diarahkan pada wudhu, dimana kita akan menyucikan pikiran dari dosa dan raga dari najis. Kemudian melangkah menuju tempat shalat dengan tetap menjaga kekhusyukan fikiran usai dari tempat wudhu. Ketika telah memulai takbir untuk shalat, maka telah haram semua perbuatan selain apa yang disyariatkan dalam shalat. Sehingga tidak ada lagi fikiran lain kecuali kepatuhan dalam shalat hingga salam, barulah yang lainnya halal dan boleh dikerjakan. Oleh karena itu, jika kita melalaikan dan meremehkan wudhu', maka tidak bisa disalahkan jika wudhu kita tidak berpengaruh pada dirinya dan tidak berbekas pada kekhusyukan dalam shalat yang didirikannya.
Nah .. semua berpulang pada diri; sudahkah pelaksanaan wudhu' kita selama ini betul-betul sempurna sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya?, apakah kita sudah benar-benar menghayati bahwa proses wudhu' yang kita laksanakan benar-benar mencapai sasarannya ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar